Jumat, 29 Mei 2015

PATI RESISTEN

I. PENDAHULUAN
I.1.  Latar Belakang
Pati merupakan sumber energi dan karbon penting yang dihasilkan oleh tanaman. Selain itu, pati secara umum ialah zat tepung dari karhohidrat dengan polimer yang terdiri atas dua komponen penyusunnya, yakni amilosa dan amilopektin. Amilosa ialah polimer linier dengan ikatan α-1,4-D glikosidik, sedangkan amilopektin ialah sebuah polimer bercabang dengan rantai utamanya α-1,4-D glikosidik sedang rantai percabangannya α-1,6-glikosidik. Pati biasa juga disebut starch memiliki beberapa jenis yang didasarkan pada tingkat kecepatan dicernanya kedalam tubuh, yakni rapidly digestible starch (20 menit), slowly digestible starch (20-110 menit), dan resistant starch (tidak dapat dicerna). Pati resisten dalam lingkup global begitu banyak perkembangannya.
Pati resisten/resistant starch merupakan sebuah fraksi pati yang tidak dapat tercerna oleh/dalam sistem saluran pencernaan manusia. Peranan pati resisten dalam dunia gizi begitu erat kaitannya dengan kesehatan manusia, dimana pati resisten ini memiliki beberapa tipe yakni, RS 1 (berdasar sifat fisik bahan berpati, melingkupi ukuran partikel dan derajat hidrasi, misalnya biji dan kacang-kacangan), RS 2 (diperoleh dari sifat alami pati: misalnya kentang, dan pisang), RS 3 [diperoleh dari proses pengolahan (pemanasan dan pendinginan secara berulang)], dan RS 4 (hasil modifikasi secara kimia atau repolimerasi, seperti terbentuknya ikatan silang pada rantai polimer).
Pati resisten secara analitis, dapat didefinisikan sebagai sebuah pati yang miliki ketahanan terhadap proses dispersi didalam air mendidih, juga terhadap hidrolisis oleh enzim amilase pancreas dan pullulanase tetapi dapat didispersi dengan senyawa KOH dan proses hidrolisis amiloglukosidase. Pati resisten dalam penelitian, seperti serat makanan yang sulit dicerna dalam usus halus sehingga langsung masuk ke dalam usus besar. Selain itu juga pati resisten ada yang sedikit terfermentasi oleh mikroflora serta dapat memberikan pengaruh yang positif pada koloni bakteri baik (Fuentes-Zaragoza, et al., 2010).
Melihat dari itu semua, sebagai mahasiswa (i) itu sendiri, terkhusus dalam bidang teknologi pengolahan pangan, dalam pemanfaatan ilmunya dan untuk memenuhi kepuasan pengetahuan mengenai pati resisten inii, serta agar tidak ketinggalan teknologi dan informasi seperti yang dijelaskan diatas, maka buatlah makalah ini, dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penjelasan mengenai pati resisten ini, yaitu agar mahasiswa (i) dapat mengetahui kandungan pati resisten secara alami dan proses pengolahan untuk meningkatkan kandungan pati resisten.



II. BAGIAN ISI
II.1. Kandungan Alami Pati Resisten
II.1.1. Kandungan Pati Alami Dari Berbagai Jenis Tumbuhan
Pati merupakan polimer yang disintesa dari dalam tanaman hijau, pada bagian kloroplas dalam bentuk butiran-butiran kecil. Residu dari pati ini banyak terbentuk pada siang hari. Kandungan pati alami yang terdapat didalam tanaman berupa amilosa dan amilopektin.
Pati pada tanaman juga dapat ditemukan pada bagian rhizoma, umbi batang, umbi akar, buah dan biji. Beberapa contoh dari pati yang terdapat pada biji, seperti jagung, beras, gandum, sorgum, jewawut, dan pisang. Pada bagian batang sendiri, misalnya dari sagu, tebu, palem, sawit, dan enau. Sedangkan pada umbi, biasa terdapat pada tanaman ubi jalar, ubi kayu, uwi, kentang, gadung, garut, gembili, dan gayong.
·      Pisang sebagai sebuah komoditi hasil pertanian memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, juga terdapat komponen pati yakni 17,2-38% dengan takaran teruji kadar amilosanya sekitar 9,1-17,2%. Melihat dari tingginya kandungan amilosa yang terdapat pada tanaman pisang ini banyak peneliti yang menelitinya untuk dijadikan sebagai salah satu sumber alternatif baru yang begitu berpotensial yang dapat digunakan dalam pembuatan resistant starch (pati resisten) (Jenie dkk, 2012). Selain itu, pengembangan pati resisten secara komersial ini, lebih baik digunakan dari pati yang secara alami terkandung amilosa yang tinggi.
·   Pati biji jagung secara genetik memiliki kandungan amilosa dan amilopektin yang terkendali. Amilosa, amilopektin, dan bahan antara seperti protein dan lipid merupakan tiga komponen utama dari penyusunan pati. Berdasarkan tipe jagungnya, terkandung amilosa sebanyak 25-30% dan amilopektin sekitar 70-75% untuk jagung tipe endosperma gigi kuda dan mutiara. Lalu ada pula pati dari jagung pulut yang kandungan patinya hampir 100% amilopektin. Gen tunggal waxy yang bersifat resesif epitasis merupakan satu faktor penyebab komposisi kimia pati, hingga amilosa yang terdapat didalamnya begitu sedikit (Fergason 1994).
·      Ganyong ialah sebuah tanaman yang tegak dengan tinggi antara 0,9-18 m. Bentuk dan komposisi kadar umbinya beraneka ragam. Di Indonesia sendiri, varietas yang banyak dijumpai ialah ganyong dengan warna merah dan putih. Ganyong merupakan sumber karbohidrat, yakni sekitar 22,6-23,8% . Ukuran granula yang dimilikinya 22,5 µm, selain itu terdapat rendemen pati sebnayakk 12,93%. Adapun kandungan amilosanya sebanyak 8,9% dan amilopektin sebesar 81,1%.
·    Gembili memiliki sifat fisik kimia yakni 21,44% (rendemen pati), 0,75 µm (ukuran granula), 24,3% (amilosa) dan 75,7% (amilopektin), 33 menit (waktu gelatinisasi), 79,5oC (suhu gelatinisasi), dan 700 BU (viskositas puncak).
Dari beberaoa contoh diatas itu diketahui bahwasanya kandungan yang terdapat pada tanaman ini dilihat dari segi kandungan pati alaminya berbeda tergantung komoditinya, selain itu dengan pencakupan yang luas, suatu pengolahan ataupun penelitian mengenai pati resisten yang marak didunia modern ini masih dapat terus berkembang.

II.1.2. Metode Penghitungan Pati Resisten

Beberapa metode pati resisten yang dapat dilihat berdasarkan jurnal ilmiah yang direview ini adalah sebagai berikut:
a)    Penelitian berjudul “Modifikasi pati sederhana dengan metode fisik, kimia, dan kombinasi fisik-kimia untuk menghasilkan tepung pra-masak tinggi pati resisten yang dibuat dari jagung, kentang, dan ubi kayu”. Dalam penelitian yang terjadi didalamnya, metode perhitungan pati resisten didalamnya dilakukan dengan melihat perlakuan metode yang diberikannya. Dimana, dilakukan modifikasi fisik (pemanasan dan pendinginan), modifikasi kimiawi (perlakuan alkali). Pada perlakuan modifikasi secara kimiawi ini dengan penggunaan Ca(OH)2 polimer dari pati meningkatkan kadar resisten pati, sebab polimernya ini dapaat memperkuat struktur pati yang ada juga mampu menahan hidrolisis enzim. Ca2+ dari Ca(OH)2 akan melakukan pengikatan/berikatan dengan polimer dari pada pati (amilosa dan amilopektin) membentuk ikatan silang. Selain itu juga dalam penjelasan lain dijabarkan bahwa karena pH dari larutan cukup tinggi, sehingga Ca(OH)2 akan terionisasi menjadi Ca2+ dan OH- lalu membentuk ikatan silang dengan polimer pati.
b)  Penelitian berjudul “Kajian kandungan dan karakterisik pati resisten dari berbagai varietas pisang”. Dalam penentuan pati resistennnya ini, itu dilakukan dengan memodifikasi metode yang digunakan oleh Goni et al. (1996). Banyaknya glukosa [(mg) x 0,9] dalam hal ini ialah jumlah pati resisten pada tiap sampel.
Rumus yang digunakan;
Kadar glukosa (mg) = [mg/ml glukosa dari kurva standar x vol. sampel (ml) x fp x 1 mg]/Berat sampel (mg)

II.2. Proses Pengolahan Peningkatan Kandungan Pati Resisten

Pati resisten merupakan fraksi pati yang tidak dapat tercerna oleh/dalam sistem saluran pencernaan manusia. Namun dalam dunia kesehatan dapat menjadi probiotik, karena pati yang tak dicerna didalam usus dan difermentasi oleh mikroba seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli, sehingga resistant starch juga berpotensi sebagai prebiotik.
Dalam hal lainnya, pati resisten ini banyak dikembangkan, terutama dalam industri makanan, sebab khasiatnya sebagai makanan diet, dapat menurunkan respon glikemik (yang sebabkan kenaikan daripada kadar gula darah), juga dapat memberikan rasa kenyang, serta mengurangi penyimpanan lemak) (Croghan, 2001).
Lebih jelas, pati resisten ini juga dapat meningkatkan mikroflora yang baik untuk kolon (prebiotik) dimana berpotensi mencegah kanker kolon. Olehnya, pati resisten memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan dan juga musti banyak dikonsumsi (dianjurkan) (Croghan, 2001).
Pengolahan dan peningkatan kandungan dari pati resisten pati itu sendiri sudah banyak dilakukan dan sekarang ini sudah banyak jurnal ilmiah yang dapat dipelajari dan merangkum cara-cara penambahan kadar dari resisten pati. Gunanya pati resisten itu ditingkatkan, adalah sudah jelas, selain bagus untuk pencernaan, mengatasi kanker (kolon), dan sebagai serat pangan (berhubungan dengan fisiologis makanan).
Peningkatan pati resisten ini dapat dilakukan dengan proses tertentu, misalnya dengan perebusan dan pemanggangan dengan suhu tinggi, pendinginan dan pemanasan berulang, penambahan asam laktat (bakteri), dan perlakuan penambahan alkali (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya). Berikut akan ditampilkan beberapa metode yang seperti dimaksudkan itu, dalam sebuah penelitian berbasis ilmiah yang juga telah teruji.
a)    Penelitian dengan judul “Pengaruh Dua Siklus Autoclaving-Cooling Terhadap Kadar Pati Resisten Tepung Beras dan Bihun yang Dihasilkannya”. Dengan memanfaatkan metode autoclaving-cooling sebagai metode dasar peningkatan kadar resisten pati pada sampel beras yang diujikan, yakni Ciherang Igr (pratanak), Basmati dan IR-42. Dalam hal ini, beras hasil pengunaan metode tersebut mengalami peningkatan resisten pati, dan dihasil didapatkan bahwa beras Ciherang Igr yang memiliki tingkat pengingkatan resisten pati tertinggi. Adapun faktor lain yang menyebabkan tingginya pati resisten yang terjadi karena kandungan amilosa yang terdapat didalam beras tersebut. Karena menurut sumber ilmiah resmi dijelaskan bahwa kadar resisten pati semakin meningkat, bila kadar amilosa dalam bahan baku juga semakin tinggi (Yuliwardi dkk, 2013).
b)   Penelitian dengan judul “Modifikasi Pati Sederhana Dengan Metode Fisik, Kimia, Dan Kombinasi Fisik-Kimia Untuk Menghasilkan Tepung Pra-Masak Tinggi Pati Resisten Yang Dibuat Dari Jagung, Kentang, Dan Ubi Kayu”. Dalam penelitian yang terjadi didalamnya, metode fisik, kimia dan kombinasi fisik kimia yang diterapkan. Pada sebuah penjelasan dari sumber lain pada jurnal ini dikatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pati resisten didalam bahan pangan, faktor-faktor itu antara lain keadaan fisik dari bahan baku (melingkupi kadar amilosa dan amilopektinnya, serta ukuran dari granula), kemudian juga proses pengolahannya, dan faktor adanya komponen lainnya (misalnya lipida). Kembali pada topik bahasan modifikasi pati ini, sudah jelas bahwa amilosa dalam fisik/sebagai kandungan dari pati alami pada tanaman memegang peranan penting, karena semakin tinggi amilosa pada bahan baku, maka kadar pati resisten juga semakin tinggi. Selain itu, modifikasi kimiawi (perlakuan alkali) yang digunakannya ini juga sebagian besar mempengaruhi terhadap kadar resisten pati. Pada perlakuan modifikasi secara kimiawi ini dengan penggunaan Ca(OH)2 polimer dari pati meningkatkan kadar resisten pati, sebab polimernya ini dapat memperkuat struktur pati yang ada juga mampu menahan hidrolisis enzim. Ca2+ dari Ca(OH)2 akan melakukan pengikatan/berikatan dengan polimer dari pada pati (amilosa dan amilopektin) membentuk ikatan silang. Selain itu juga dalam penjelasan lain dijabarkan bahwa karena pH dari larutan cukup tinggi, sehingga Ca(OH)2 akan terionisasi menjadi Ca2+ dan OH- lalu membentuk ikatan silang dengan polimer pati (Wulan, dkk, 2012).
c) Penelitian dengan judul “Fermentasi Kultur Campuran Bakteri Asam Laktat Dan Pemanasan Otoklaf Dalam Meningkatkan Kadar Pati Resisten Dan Sifat Fungsional Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiacal formatypica)”. Dengan pemahaman mengenai pati resisten yang dapat menstimulasi tumbuh kembangnya bakteri menguntungkan (probiotik) seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus yang terjadi didalam usus manusia. Maka dilakukan penelitian mengenai bagaimana caranya agar terjadi peningkatan pada pati resisten ini. Adapun solusi yang digunakan untuk peningkataan pati resisten ini, adalah dengan metode pemanasan otoklaf dan fermentasi. Pada prinsipnya dijelaskan bahwa pemanasan dengan sistem otoklaf ini gelatinisasi pati yang terjadi menyebabkan tereduksinya kandungan pati, substansi peningkatan level dari kerusakan pati ini juga terjadi. Namun dari kerusakannya itu, pati berkorelasi positif terhadap peningkatan daya cerna dan kadar amilosanya. Dalam penelitian ini juga, terjadi linierisasi amilopektin sehingga timbulkan kadar amilosa tepung pisang dengan metode pemanasan otoklaf meningkat, daripada tepung pisang tanpa metode pemanasan otoklaf. Sedangkan dari segi metode fermentasi didapatkan hasil bahwa Bakteri Asam Laktat dengan penggunaan metode pemanasan otoklaf (P<0,05) secara signifikan tidak mengalami pengaruh berarti terhadap kadar pati resisten dan kadar pati, namun itu secara signifikan berpengaruh terhadap daya cerna pati pada tepung pisang dan juga kadar amilosanya (Jenie dkk, 2013).
d) Penelitian ini berjudul "Pengaruh Proses Pengolahan terhadap Kadar Pati Resisten Sukun (Artocarpus altilis Park)". Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pengolahannya terhadap kadar pati resisten yang terdapat pada sukun, ialah dengan perebusan, pengukusan, dan penggorengan yang untuk masing-masing pengolahannya inni dikombinasikan ula dengan proses pendinginan dengan waktu yang diatur (dikontrol) pada refrigrator. Pada tampilan hasil yang telah diujikan ini, sukun dengan proses pengolahan yang terbaik dijadikan sebagai bahan olahan fungsional pada beberapa jenis makanan, seperti untuk pembuatan biskuit, cake dan roti manis. Lalu dilakukan pengujian secaara organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen/panelis terhadap produk pangan tersebut. Lebih jelas, perlakuan terbaik yang digunakan ialah dengan pengolahan pengukusan dan lalu pendinginan, dimana idtampilkan hasilnya 2 kali lipat dari pada dua metode pengolahan lainnya (perebusan dan penggorengan), yakni dari 3,27% menjadi 6,67% (Rosida dan Yulistiani, 2011).
Secara umum, konsep pengolahan dari pati resisten ini lebih banyak bersumber dari konsep pemanasan dan lalu pendunginan pada bahan itu. Hal ini juga sempat dijelaskan diatas, metode pemanasan dan pendinginan. Pada hakekatnya, pemanasan pati dan air pada bahan pangan ini/yang ditambahkan ini akan menyebabkan pati mengalami proses gelatinisasi. Kemudian pada proses pengolahan pendinginan ini, pati yang telah mengalami proses gelatinisasi mengubah struktur fisik pati menjadi bentuk kristal (amorf) yang tidak larut, yang biasa disebut pati teretrogradasi. Proses gelatinisasi dan juga retrogradasi inilah yang sering mempengaruhi kecepatan bahan berpati didalam usus halus. Pada proses pengolahan pangan, berdasar pada pengolahan dan tipe dasar pati (RS 1, 2, 3, dan 4), telah banyak oleh industri pangan dan juga konsumen untuk meminatinya, sehubungan dengan efek positifnya, yang secara fisiologis menguntungkan bagi kesehatan ataupun secara fungsional diterapkan pada olahan pangan. Penambahan pati resisten pada produk panganan olahan ini memperbaiki mutu dan kualitas dari produk, bagi dari segi kerenyahan (tekstur), warna, dan atau flavor/rasa, sehingga ini dapat diterima oleh masyrakat, terkhusus konsumennya.


  

III. PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Pati resisten/resistant starch merupakan sebuah fraksi pati yang tidak dapat tercerna oleh/dalam sistem saluran pencernaan manusia. Peranan pati resisten dalam dunia gizi begitu erat kaitannya dengan kesehatan manusia, dimana pati resisten ini memiliki beberapa tipe yakni, RS 1 (berdasar sifat fisik bahan berpati, melingkupi ukuran partikel dan derajat hidrasi, misalnya biji dan kacang-kacangan), RS 2 (diperoleh dari sifat alami pati: misalnya kentang, dan pisang), RS 3 [diperoleh dari proses pengolahan (pemanasan dan pendinginan secara berulang)], dan RS 4 (hasil modifikasi secara kimia atau repolimerasi, seperti terbentuknya ikatan silang pada rantai polimer).
Kandungan pati alami yang terdapat didalam tanaman berupa amilosa dan amilopektin. Pati pada tanaman juga dapat ditemukan pada bagian rhizoma, umbi batang, umbi akar, buah dan biji. Beberapa contoh dari pati yang terdapat pada biji, seperti jagung, beras, gandum, sorgum, jewawut, dan pisang. Pada bagian batang sendiri, misalnya dari sagu, tebu, palem, sawit, dan enau. Sedangkan pada umbi, biasa terdapat pada tanaman ubi jalar, ubi kayu, uwi, kentang, gadung, garut, gembili, dan gayong.
Peningkatan pati resisten ini dapat dilakukan dengan proses tertentu, misalnya dengan perebusan dan pemanggangan dengan suhu tinggi, pendinginan dan pemanasan berulang, penambahan asam laktat (bakteri), dan perlakuan penambahan alkali.


Sumber Referensi:
Jurnal:
Jenie B.S.Laksmi, Reski Praja Putra, dan Feri Kusnandar. 2012. Fermentasi Kultur Campuran Bakteri Asam Laktat Dan Pemanasan Otoklaf Dalam Meningkatkan Kadar Pati Resisten Dan Sifat Fungsional Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiacal formatypica). FTP-ITB: Bandung.
Musita, Nandi. 2012. Kajian Kandungan Dan Karakterisik Pati Resisten Dari Berbagai Varietas Pisang. Bandar Lampung.
Rosida dan Yulistiani, Ratna. 2011. Pengaruh Proses Pengolahan terhadap Kadar Pati Resisten Sukun (Artocarpus altilis Park). FTP-UPN Veteran: Jatim.
Suarni, I.U. Firmansyah, dan M. Aqil. 2013. Keragaman Mutu Pati Beberapa Varietas Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan.
Wulan S.N, E. Saparianti, S.B. Widjanarko dan N. Kurnaeni. 2012. Modifikasi Pati Sederhana Dengan Metode Fisik, Kimia, Dan Kombinasi Fisik-Kimia Untuk Menghasilkan Tepung Pra-Masak Tinggi Pati Resisten Yang Dibuat Dari Jagung, Kentang, Dan Ubi Kayu. FTP-UNIBRAW: Malang.
Yuliwardi F., Elvira Syamsira, Purwiyatno Hariyadi, dan Sri Widowati. 2013. Pengaruh Dua Siklus Autoclaving-Cooling Terhadap Kadar Pati Resisten Tepung Beras dan Bihun yang Dihasilkannya. ITP-IPB: Bogor.

Referensi Terkait Dalam Jurnal:
Crohgan, M. 2001. Resistant Starch as Functional Ingredients in Food Systems. National Starch.
Fergason. V. 1994. High Amylase and Waxycorn. In: A.R. Halleur (Ed). Specialty Corns. CRC Press Inc. USA.
Fuentes-Zaragoza, E., M.J. Riquelme-Navarrete, E. Sanchez-Zapata dan J.A. Perez-Alvarez.  2010. Resistant Starch as Functional Ingredients: a Review. Food Research International. Food Research International 43: 931–942.

Goni, L., L. Gracia-Diz,mas.d” and F. Saura-Calixto. 1996. Analysis of Resistant Starch : Method of Food Product. J. Food Chem. 56 (4): 445-449.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar