TUGAS MAKALAH
PENGANTAR AGRIBISNIS
PERANAN DAN KEDUDUKAN AGRIBISNIS
DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL
KELOMPOK VII (TUJUH)
SHERLY GABRIELLA
ROMBE (G31112251)
RINI
PUSPA LESTARI (G31112252)
HENRI
KARTONO (G31112253)
NAMIRA
SYAIFUL (G31112254)
SAGITA
INGGIRIANI (G31112255)
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
A.
EVOLUSI PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS
Pada awal pemenuhan kebutuhannya,
manusia hanya mengambil dari alam sekitar tanpa kegiatan budidaya (farming), dengan demikian belum
memerlukan sarana produksi pertanian. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan
manusia, alam tidak dapat menyediakan semua kebutuhan itu sehingga manusia
mulai membudidayakan (farming) secara
ekstensif berbagai tanaman, hewan dan ikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada tahap ini kegiatan budidaya mulai
menggunakan sarana produksi, dilakukan dalarn pertanian itu sendiri (on farm) dan hanya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga sendiri (home
consumption) (Maulidah,
Silvana, 2013).
Tahap selanjutnya, ditandai dengan
adanya spesialisasi dalam kegiatan budidaya sebagai akibat pengaruh
perkembangan diluar sektor pertanian dan adanya perbedaan potensi sumberdaya
alam (natural endowment) antar
daerah, perbedaan ketrampilan (skill)
dalam masyarakat serta terbukanya hubungan lalulintas antar daerah. Pada tahap
ini, selain dikonsumsi sendiri, hasil-hasil pertanian mulai dipasarkan dan
diolah secara sederhana sebelum dijual (Maulidah,
Silvana, 2013).
Perkembangan sektor pertanian
selanjutnya dipacu oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat di sektor industri
(kimia dan mekanik) dan transportasi.
Pertanian menjadi semakin maju dan kompleks dengan ciri produktivitas
per hektar yang semakin tinggi berkat penggunaan sarana produksi pertanian yang
dihasilkan oleh industri (pupuk dan pestisida).
Kegiatan pertanian semakin terspesialisasi menurut komoditi dan
kegiatannya. Namun, petani hanya
melakukan kegiatan budidaya saja, sementara pengadaan sarana produksi pertanian
didominasi oleh sektor industri (Maulidah,
Silvana, 2013).
Dipihak lain karena proses pengolahan
hasil-hasil pertanian untuk berbagai keperluan membutuhkan teknologi yang
semakin canggih dan skala yang besar agar ekonomis, maka kegiatan ini pun
didominasi oleh sektor industri pengolahan.
Melalui proses pengolahan, produk-produk pertanian menjadi lebih beragam
penggunaan dan pemasarannyapun menjadi lebih mudah (storable and transportable) sehingga dapat diekspor. Pada tahap
ini pembagian kerja di dalam kegiatan pertanian menjadi semakin jelas, yaitu:
kegiatan budidaya (farming) sebagai
kegiatan pertanian dalam arti sempit, kegiatan produksi sarana pertanian (farm supplies) sebagai industri hulu
dan kegiatan pengolahan komoditi pertanian sebagai industri hilir. Spesialisasi fungsional dalam kegiatan
pertanian seperti yang telah dikemukakan diatas meliputi seluruh kegiatan usaha
yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pertanian dan
keseluruhannya disebut sistem "Agribisnis'
(Maulidah,
Silvana, 2013).
B.
PENGERTIAN AGRIBISNIS
Menurut
asal muasalnya kata Agribisnis berangkat dari kata Agribusiness, dimana
Agri=Agriculture artinya pertanian dan Business berarti usaha atau kegiatan yang
berorientasi profit. Jadi secara sederhana Agribisnis (agribusiness) adalah usaha atau kegiatan
pertanian serta apapun yang terkait dengan pertanian berorientasi profit (Maulidah,
Silvana, 2013).
Istilah
“agribusiness” untuk pertama kali dikenal oleh masyarakat Amerika Serikat pada tahun 1955, ketika John H. Davis
menggunakan istilah tersebut dalam makalahnya
yang disampakan pada "Boston Conference on Disiribution".
Kemudian John H. Davis dan Ray Goldberg
kembali lebih memasyarakatkan agribisnis melalui buku mereka yang berjudul "A
Conception of Agribusiness" yang terbit tahun 1957 di Harvard
University. Ketika itu kedua penulis bekerja sebagai guru besar pada
Universitas tersebut. Tahun 1957, itulah dianggap oleh para pakar sebagai tahun
kelahiran dari konsep agribisnis. Dalam
buku tersebut, Davis dan Golberg mendefinisikan agribisnis sebagai
berikut: "The sum total of all
operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies:
Production operation on farm: and the storage, processing and
distribution of farm commodities and items made from them". Berikut pengertian
agribisnis sebagai suatu sistem menurut
beberapa ahli (Maulidah, Silvana, 2013):
Arsyad
dan kawan-kawan menyatakan Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang
meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan
hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah
kegitan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang
oleh kegiatn pertanian.
Agribisnis adalah
kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas,
yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi,
pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan
penunjang kegiatan. Yang dimaksud dengan berhubungan adalah kegiatan usaha yang
menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.
(Downey and Erickson. 1987).
Pengertian Agribisnis
menurut Cramer and Jensen Agribisnis adalah
suatu kegiatan yang sangat kompleks, meliputi industri pertanian, industri
pemasaran hasil
pertanian dan hasil olahan produk pertanian, industri manufaktur dan
distribusi bagi bahan pangan dan serat-seratan kepada pengguna/konsumen.
E. Paul Roy memandang agribisnis sebagai suatu proses
koordinasi berbagai sub-sistem. Koordinasi merupakan fungsi manajemen untuk
mengintegrasikan berbagai sub-sistem menjadi sebuah sistem.
Wibowo
mengartikan agribisnis mengacu kepada
semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada
pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang
saling terkait satu sama lain.
Agribisnis dari cara pandang ekonomi ialah usaha penyediaan pangan. Pendekatan analisis makro memandang agribisnis sebagai
unit sistem industri dan suatu komoditas tertentu, yang membentuk sektor
ekonomi secara regional atau nasional. Sedangkan pendekatan analisis mikro
memandang agribisnis sebagai suatu unit perusahaan yang bergerak, baik dalam
salah satu subsistem agribisnis, baik hanya satu atau lebih subsistem dalam
satu lini komodias atau lebih dari satu lini komoditas (Maulidah, Silvana,
2013).
Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh
keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen,
proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Dengan definisi ini dapat diturunkan ruang lingkup agribisnis yang
mencakup semua kegiatan pertanian yang dimulai dengan pengadaan penyaluran sarana
produksi (the manufacture and distribution of farm supplies), produksi
usaha tani (Production on the farm)
dan pemasaran (marketing) produk
usaha tani ataupun olahannya. Ketiga kegiatan ini mempunyai hubungan yang erat,
sehingga gangguan pada salah satu kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran
seluruh kegiatan dalam bisnis. Karenanya
agribisnis digambarkan sebagai satu sistem yang terdiri dari tiga subsistem,
serta tambahan satu subsistem lembaga penunjang (Maulidah, Silvana,
2013).
(Gambar 01. Sistem Agribisnis)
Secara
konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktifitas, mulai
dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran
produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling
terkait satu sama lain. Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu
sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu (Maulidah,
Silvana, 2013) :
a. Subsistem
Agribisnis/Agroindustri Hulu
Meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain
terdiri dari benih, bibit, makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan
penyakit, lembaga kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi
pertanian. Pelaku-pelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah
perorangan, perusahaan swasta, pemerintah, koperasi. Betapa pentingnya subsistem ini mengingat
perlunya keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan sukses agribisnis.
Industri yang meyediakan sarana produksi pertanian disebut juga sebagai agroindustri
hulu (upstream).
b.
Subsistem budidaya
/ usahatani
Usaha tani menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan, hasil
perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan ikan.
Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani,
peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias dan lain-lain.
c.
Subsistem Agribisnis/agroindustri Hilir meliputi Pengolahan dan Pemasaran (Tata
niaga) produk pertanian dan olahannya
Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan
produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari produk
yang dihasilkan dari usaha tani didistribusikan langsung ke konsumen didalam
atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan lebih dahulu
kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini ialah
pengumpul produk, pengolah, pedagang,
penyalur ke konsumen, pengalengan dan
lain-lain. Industri yang mengolah produk usahatani disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting
bila ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda
perekonomian di pedesaan, dengan cara menyerap/mencipakan lapangan kerja
sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
d.
Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan)
Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis
(kelembagaan) atau supporting institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk
mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem
usaha tani, dan sub-sistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan
ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga penyuluhan
dan konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh petani dan
pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen pertanian. Untuk
lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan asuransi yang memberikan
layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus
asuransi). Sedangkan lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh balai-balai
penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi teknologi
produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil penelitian dan
pengembangan.
Berdasarkan
pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat
terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem
agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usaha
tani agar dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai
dengan kebutuhan budidaya pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan
operasi subsistem usaha tani bergantung pada sarana produksi
yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses
produksi agribisnis hilir bergantung pada pasokan komoditas primer
yang dihasilkan oleh subsistem usahatani. Subsistem jasa layanan
pendukung, seperti telah dikemukakan, keberadaannya tergantung
pada keberhasilan ketiga subsistem lainnya. Jika subsistem
usahatani atau agribisnis hilir mengalami kegagalan, sementara sebagian
modalnya merupakan pinjaman maka lembaga keuangan dan asuransi juga akan
mengalami kerugian (Maulidah,
Silvana, 2013).
Menurut Maulidah, Silvana, 2013, dalam hal
pengelolaan sub sistem agribisnis diatas memerlukan penanganan/manajerial.
Maka kekhususan manajemen agribisnis
antara lain dapat dinyatakan sebagaimana berikut :
1. Keanekaragaman
jenis bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis yaitu dari para produsen
dasar sampai para pengirim, perantara, pedagang borongan, pemproses, pengepak,
pembuat barang, usaha pergudangan, pengangkutan, lembaga keuangan, pengecer,
kongsi bahan pangan, restoran dan lainnya.
2. Besarnya jumlah
agribisnis, secara kasar berjuta-juta bisnis yang berbeda telah lazim menangani
aliran dari produsen sampai ke pengecer.
3. Cara pembentukan
agribisnis dasar di sekeliling pengusaha tani. Para pengusaha tani ini
menghasilkan beratus-ratus macam bahan pangan dan sandang (serat).
4. Keanekaragaman yang
tidak menentu dalam hal ukuran agribisnis, dari perusahaan raksasa sampai pada
organisasi yang di kelola oleh satu orang.
5. Agribisnis yang
berukuran kecil dan harus bersaing di pasar yang relative bebas dengan penjual yang berjumlah banyak
dan pembeli yang lebih sedikit.
6. Falsafah hidup
tradisional yang dianut oleh para pekerja agribisnis cenderung membuat agribisnis
lebih berpandangan konservatif dibanding bisnis lainnya.
7. Kenyataan bahwa
agribisnis cenderung berorientasi pada masyarakat, banyak di antaranya terdapat
dikota kecil dan pedesaan, dimana hubungan antar perorangan penting dan ikatan
bersifat jangka panjang.
8. Kenyataan bahwa
agribisnis yang sudah menjadi industri raksasa sekali pun sangat bersifat
musiman.
9. Agribisnis
bertalian dengan gejala alam.
10. Dampak dari program
dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada agribisnis. Misalnya harga gabah
sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah.
C.
KAITAN-KAITAN & RUANG LINGKUP AGRIBISNIS
Apabila
subsistem usahatani dimodernisasi/dikembangkan, maka akan
membentuk sebuah sistem agribisnis. Dimana subsistem usahatani akan
mempunyai keterkaitan erat ke belakang (backward
linkage) yang
berupa peningkatan kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana
produksi, dan kaitan ke depan (forward
linkage) yang berupa
peningkatan kegiatan pasca panen (terdiri dari pengolahan dan
pemasaran produk pertanian dan olahannya). Jika subsistem usahatani digambarkan sebagai proses menghasilkan
produk-produk pertanian di tingkat primer (biji, buah, daun, telur, susu,
produk perikanan,
dan lain-lain), maka kaitannya dengan industri berlangsung ke
belakang (backward linkage) dan ke depan
(forward linkage) (Maulidah,
Silvana, 2013).
Kaitan
ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input
seperti bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat
dan mesin pertanian, modal, teknologi, serta manajemen. Sedangkan
keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu industri
muncul karena mempergunakan hasil produksi budidaya/usahatani sebagai bahan
bakunya, atau bisa juga suatu produk agroindustri digunakan
untuk bahan baku industri lainnya. Kaitan ke depan berlangsung karena
produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda
dengan produk industri, antara lain misalnya: musiman, tergantung
pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bulky / voluminous), tidak tahan lama/mudah
rusak
(perishable), harga fluktuatif, serta
adanya kebutuhan dan
tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri
Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream) (Maulidah, Silvana, 2013).
tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri
Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream) (Maulidah, Silvana, 2013).
Keterkaitan
berikutnya adalah kaitan ke luar (outside
linkage), ini
terjadi karena adanya harapan agar system agribisnis dapat berjalan/berlangsung
secara terpadu (integrated) antar
subsistem. Kaitan
ke luar ini berupa lembaga penunjang kelancaran antar subsistem.
Organisasi pendukung agribisnis merupakan organisasi sebagai
pendukung atau penunjang jalannya kegiatan agribisnis yakni dalam
hal untuk mendukung dan melayani serta
mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem
hilir. Organisasi pendukung agribisnis ini biasa disebut juga dengan organisasi
jasa pendukung agribisnis. Seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga
keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga
pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan
internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya) (Maulidah,
Silvana, 2013).
Kaitan-kaitan
ini mengundang para pelaku agribisnis untuk melakukan kegiatannya dengan
berpedoman pada “4-Tepat” (yaitu: tepat waktu, tempat, kualitas, dan
kuantitas), atau dengan istilah lain yaitu “3 Tas” (yaitu: kualitas, kuantitas,
dan kontinuitas). Kehadiran dan peranan lembaga-lembaga penunjang sangat
dibutuhkan dalam hal ini, misalnya kelancaran transportasi, ketersediaan
permodalan dan peraturan-peraturan pemerintah. Dengan pendekatan sistem
tersebut di atas, orientasi pembangunan mencakup seluruh
aspek di dalam sistem agribisnis yang dilaksanakan secara terpadu,
dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Maulidah, Silvana, 2013).
Ada lima bidang yang merupakan
Ruang lingkup Agribisnis meliputi (Maulidah,
Silvana, 2013) :
a.
Pertanian
Pertanian
dalam arti luas adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta
produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan
hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi daya (cultivation,
atau untuk ternak: raising). Sedangkan pertanian dalam arti sempit adalah
proses menghasilkan bahan makanan.
b.
Perkebunan
Dalam
Undang-undang No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan, yang dimaksud dengan
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha
perkebunan dan masyarakat.
Perkebunan mempunyai fungsi ekonomi,
yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur
ekonomi wilayah dan nasional; fungsi
ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan
penyangga kawasan lindung; dan sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Perkebunan merupakan
usaha tani di lahan kering yang ditanami dengan tanaman industri yang laku di
pasar, seperti : karet, kelapa sawit, tebu, cengkeh , dan lain-lain.
c.
Peternakan
Ternak adalah hewan yang dengan
sengaja dipelihara sebagai sumber pangan, sumber bahan
baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Sedangkan Peternakan
merupakan usaha tani yang dilakukan dengan membudidayakan ternak.
d.
Perikanan
Perikanan adalah kegiatan manusia yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan.
Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya
mencakup ikan, amfibi dan
berbagai avertebrata
penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya. Di
Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang
termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan
e.
Kehutanan
Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No 41
tahun 1999 tentang kehutanan, definisi kehutanan adalah sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu.
Prisipnya ialah segala kegiatan pertanian yang dilakukan untuk
mempoduksi atau memanfaatkan hasil hutan, baik yang tumbuh atau hidup secara
alami maupun yang telah dibudidayakan.
D.
PERAN AGRIBISNIS DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
Undang-Undang (UU) No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025, menyatakan bahwa visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 adalah: Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan
Makmur. Untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh
melalui delapan misi yang mencakup: (1) mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila, (2) mewujudkan bangsa yang berdaya saing, (3)
mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, (4) mewujudkan Indonesia
aman, damai dan bersatu, (5) mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan,
(6) mewujudkan Indonesia asri dan lestari, (7) mewujudkan Indonesia menjadi
negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional,
dan (8) mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia
internasional (Maulidah,
Silvana, 2013).
Untuk pelaksanaan pembangunan sistem agribisnis dirancang dengan melibatkan
lembaga ekonomi dan lembaga penunjang lain seperti lembaga ekonomi masyarakat.
Lembaga ekonomi masyarakat ini kemudian akan menunjang subsistem agribisnis,
kegiatan usaha tani, penyedia informasi, layanan jasa, serta penerapan
teknologi pertanian. Lebih jelas lagi agribisnis disini diarahkan pada
agroindustri, sehingga nantinya akan menghasilkan nilai tambah yang lebih bagi
komoditi pertanian. Dampak lebih lanjut adalah efek multiplier yang menciptakan
peluang-peluang usaha baru. Untuk itu dalam upaya pemberdayaan masyarakat
sektor ini harus jadi sasaran utama. Sedangkan dalam penguatan ekonomi rakyat
agribisnis merupakan syarat keharusan (necessary condition), yang
menjamin iklim makro yang kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat yang
sebagian besar berada pada kegiatan ekonomi berbasis pertanian (Maulidah,
Silvana, 2013).
Untuk
penguatan ekonomi rakyat secara nyata, diperlukan syarat
kecukupan berupa pengembangan organisasi bisnis yang dapat
merebut nilai tambah yang tercipta pada setiap mata rantai ekonomi
dalam kegiatan agribisnis. Maka dapat
disimpulkan bahwa dalam perekonomian Indonesia, agribisnis berperan penting sehingga mempunyai
nilai strategis (Maulidah,
Silvana, 2013).
Peranan agribisnis dalam perekonomian nasional dapat
diukur dengan berbagai indikator yang terdiri dari (Zakky, 2011) :
1.
Kontribusi dalam pembentukan GDP, singkatan
dari Gross domestic product (GDP) dalam bahasa Indonesia Produk Domestik Bruto.
Nilai Total nilai pasar dari semua akhir barang dan jasa diproduksi di suatu
negara pada tahun tertentu, sama dengan jumlah konsumen, investasi dan
pemerintah pengeluaran, ditambah dengan nilai dari ekspor, dikurangi nilai
imporsebagai penyumbang nilai tambah terbesar
dalam perekonomian nasional dimana 45 persen nilai tambah perekonomian nasional
tercipta dari sektor agribisnis (Tahun 1990), peranan tersebut meningkat
menjadi 47 persen pada tahun 1995. Dengan demikian, cara yang paling efektif
untuk meningkatkan GDP nasional adalah melalui pembangunan agribisnis. Struktur pendapatan rumah
tangga pada tahun 1999 menunjukkan bahwa peranan kegiatan usahatani (on farm)
adalah 54,35% sedangkan off farm hanya 6,10 persen. Informasi ini menunjukkan
peran dominan agribisnis dalam struktur ekonomi rumah tangga pedesaan dan pertumbuhan
perekonomian nasional.
2. Kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja, Penyerapan
tenaga kerja di sektor agribisnis mengalami peningkatan dari 74 persen pada
tahun 1990 menjadi 77 persen pada tahun 1995. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
adanya pengembangan agribisnis mampu untuk meningkatkan kesempatan kerja dan
berusaha.
3. Kontribusi dalam
perdagangan internasional. Peningkatan ekspor sebesar
6 persen pada periode tahun 1990-1995 menunjukkan bahwa agribisnis merupakan
penyumbang terbesar dalam devisa negara dan mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja dan berusaha, serta devisa
negara dapat dicapai melalui pembangunan agribisnis.
4. Kontribusi dalam
pembangunan ekonomi daerah. Pendayagunaan berbagai
sumber daya merupakan cara yang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan
otonomi daerah. Sumber daya ekonomi yang dapat digunakan dalam
pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya
alam , sumberdaya manusia di bidang agribisnis, teknologi di bidang agribisnis,
dan lain-lain. Melalui percepatan modernisasi agribisnis di setiap daerah akan
secara langsung memodernisasi perekonomian daerah dan dapat memecahkan sebagian
besar persoalan ekonomi di daerah.
5. Kontribusi dalam
ketahanan pangan nasional. Tanpa dukungan pangan
yang bermutu dan cukup maka akan sulit untuk menghasilkan sumberdaya manusia
yang bermutu sehingga diperlukan ketahanan pangan dalam arti keterjangkauan
pangan. Perlu dibangun suatu sistem ketahanan pangan yang
berakar kokoh pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya
lokal. Terjadinya defisit pada beberapa komoditas pangan seperti gula dan
kedelai sedangankan beras dan jagung telah mencukupi kebutuhan masyarakat. Pembanguan
agribisnis akan menunjang sistem ketahanan pangan yang kokoh melalui
penganekaragaman sumberdaya hayati di setiap daerah.
6. Kontribusi dalam
pelestarian lingkungan hidup, Terjadinya kemerosotan
lingkungan yang mengancam keberlangsungan hidup manusia. Peranan
agribisnis dalam pelestarian lingkungan hidup: (a) Membuka kesempatan ekonomi
yang luas di setiap daerah sehingga akan menatik penyebaran penduduk beserta
aktiviasnya, (b) Pengembangan agribisnis dengan mendayagunakan keanekaragaman
hayati dapat mempertahankan keberlangsungan keanekaragaman hayati tersebut, (c)
Adanya perkebunan karbon yang efektif dalam mengurangi emisi gas karbon atmosfir,
(d) Pembangunan agribisnis menghasilkan produk yang biodegradable yang dapat
mengurangi produk-produk kimia, dan (e) Pengembangan agribisnis menghasilkan
nilai tambah yang dapat mengurangi tekanan sumberdaya dan lingkungan hidup.
7. Kontribusi dalam pemerataan hasil pembangunan. Pemerataan
pembangunan sangat ditentukan oleh ‘teknologi’ yang digunakan dalam
menghasilkan output nasional, yaitu apakah bias atau pro terhadap faktor-faktor
produksi yang dimiliki oleh rakyat banyak. Saat ini faktor produksi yang banyak
dimiliki oleh sebagian besar rakyat adalah sumber daya lahan, flora dan fauna,
serta sumber daya manusia. Untuk mewujudkan pemerataan di Indonesia perlu
digunakan ‘teknologi’ produksi output nasional yang banyak menggunakan sumber
daya tersebut, yaitu agribisnis.
Ada beberapa alasan mengapa agribisnis memiliki
kedudukan penting dalam perekonomian nasional: a) Aktivitas agribisnis untuk
menghasilkan pangan akan selalu ada selama manusia masih butuh makanan, b)
Usaha ekonomi yang hemat devisa, c) Mempunyai kaitan usaha ke depan dan ke
belakang, d) Sumber pencaharian utama masyarakat dan menyerap tenaga kerja, e) Kultur
masyarakat yang masih bersifat kultur agraris, f) Ketersediaan lahan yang masih
cukup besar dan belum optimal, g) Pengembangan agroindustri yang cukup bersaing
di pasar dunia, h) Kontribusi terhadap PDB cukup besar, dan i) Agribisnis
identik dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat (Zakky, 2011).
Agribisnis
memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi. Keterkaitan antara
sektor agribisnis dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek keterkaitan
produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal.
Berdasarkan sifat keterkaitan maka dikenal keterkaitan ke
belakang (backward linkage) dan keterkaitan
ke depan (forward linkage ) (Maulidah,
Silvana, 2013).
E.
AGRIBISNIS SEBAGAI LANDASAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Pembangunan agribisnis juga dipengaruhi oleh faktor fisik. Faktor fisik, seperti tanah dan iklim, akan menentukan pola produksi agribisnis. Besarnya
keragaman fisik-kimia tanah dan keragaman iklim dapat menyulitkan pengembangan usaha yang berbasis tanaman, terutama biji-bijian (grains), dalam skala yang luas. Disamping itu subsistem usaha tani di Indonesia cenderung didominasi oleh usaha-usaha yang
berskala kecil yang menghasilkan produk dengan variasi yang cukup tinggi dalam
hal kuantitas maupun kualitas. Kondisi ini menyebabkan transaction cost menjadi
komponen yang penting. Oleh sebab itu pembangunan kelembagaan disektor
agribisnis menjadi faktor yang cukup penting, agar keunggulan komparatif
agribisnis Indonesia dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif (Jerry,
2008).
Perkembangan agribisnis di Indonesia tidak saja dipengaruhi oleh faktor domestik (internal), tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor
internasional (eksternal). Paling tidak ada empat faktor eksternal yang perlu
dicermati yang dapat mempengaruhi pembangunan agribisnis. Pertama,
aktivitas ekonomi regional dan dunia. Ekspor produk agribisnis Indonesia pada
umumnya masih merupakan produk primer, sehingga sangat dipengaruhi oleh harga
dunia. Sedangkan harga dunia ini sangat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas
ekonomi dunia. Suatu studi tahun 1986, yang dilakukan OECD, menunjukkan penurunan
pertumbuhan ekonomi di negara maju sebesar 1 % per tahun akan menurunkan
harga-harga komoditas pertanian sekitar 6 persen. Sedangkan tujuan ekspor produk
pertanian Indonesia terutama adalah ke negara maju (Jerry, 2008).
Kedua, kebijakan produksi dan perdagangan di masing-masing negara.
Produksi pertanian (terutama pangan) cenderung bersifat subsisten, yaitu
masing-masing negara ingin memenuhi kebutuhannya melalui produksi domestik. Keadaan
ini diperkuat oleh sikap perdagangan produk pangan masing-masing negara yang cenderung
protectionist. Gabungan antara sikap subsisten dan proteksi ini
menyebabkan harga dunia komoditas pertanian
cenderung berfluktuasi relatif besar (Jerry, 2008).
Ketiga, kebijakan ekonomi makro
internasional. Kebijakan ekonomi makro negara-negara besar dapat mempengaruhi stabilitas perdagangan dunia,
yang tentunya berpengaruh pada profitabilitas produk agribisnis Indonesia. Hal yang penting untuk
diperhatikan adalah perbedaan kebijakan antar negara yang dapat merubah exchange
rate, yang pada
akhirnya dapat merubah harga-harga komoditas dunia (Jerry, 2008).
Keempat, kesepakatankesepakatan perdagangan
regional maupun dunia. Perlu dicermati berbagai klausul dalam
kesepakatan-kesepakatan tersebut yang dalam jangka panjang dapat menjadi penghambat pertumbuhan pembangunan agribisnis di Indonesia, jika Indonesia tidak mampu memenuhinya. Diharapkan Indonesia mampu menikmati benefits yang ditimbulkan oleh perdagangan dunia yang semakin terbuka. Berdasarkan studi yang disampaikan pada pertemuan OECD pada bulan Mei 1999 di Paris ditunjukkan bahwa pengurangan hambatan sebesar 50 persen dalam perdagangan dunia produk pertanian, industri, dan jasa akan mampu meningkatkan ekonomi dunia sebesar US$
406 milyar per tahun (Jerry, 2008).
Berdasarkan studi tersebut, sektor pertanian
akan memperoleh manfaat sebesar US$ 90 milyar per tahun. Agar produk agribisnis Indonesia
mampu bersaing dengan produk negara lainnya, maka kebijakan pemerintah terhadap
funding
of research and development perlu diperbaiki. Melalui dana penelitian
yang memadai, tidak saja diciptakan inovasi proses, tetapi juga inovasi produk
agribisnis. Dengan demikian tidak saja produktivitas meningkat, tetapi
permintaan juga dapat ditingkatkan. Alokasi dana yang lebih banyak untuk
perbaikan infrastruktur di pedesaan juga diharapkan akan menguntungkan bagi
pembangunan agribisnis di Indonesia (Jerry, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Jerry. 2008. Agribisnis Landasan
Pembangunan Nasional. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013, pada pukul 17.25
WITA, di Makassar.
Maulidah, Silvana. 2013. Sistem Agribisnis. Jawa Timur.
Zakky. 2011. Peranan Dan Kedudukan
Agribisnis Dalam Perekonomian Nasional. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:8uNrAH9TlX0J:fathoni0809.files.wordpress.com/2011/10/peranan-dan-kedudukan-agribisnis-dalam-perekonomian-nasional.pptx+&cd=1&h
l=en&ct=clnk&client=firefox-beta. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013, pada pukul 17.00 WITA, di Makassar.
l=en&ct=clnk&client=firefox-beta. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013, pada pukul 17.00 WITA, di Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar