Rabu, 01 Januari 2014

Peranan dan Kedudukan Agribisnis dalam Perekonomian Nasional

TUGAS MAKALAH
PENGANTAR AGRIBISNIS


PERANAN DAN KEDUDUKAN AGRIBISNIS
DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL

KELOMPOK VII (TUJUH)
SHERLY GABRIELLA  ROMBE             (G31112251)
RINI PUSPA LESTARI                              (G31112252)
HENRI KARTONO                                     (G31112253)
NAMIRA SYAIFUL                                    (G31112254)
SAGITA INGGIRIANI                               (G31112255)
              
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013



A.      EVOLUSI  PERTANIAN MENUJU AGRIBISNIS

Pada awal pemenuhan kebutuhannya, manusia hanya mengambil dari alam sekitar tanpa kegiatan budidaya (farming), dengan demikian belum memerlukan sarana produksi pertanian. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia, alam tidak dapat menyediakan semua kebutuhan itu sehingga manusia mulai membudidayakan (farming) secara ekstensif berbagai tanaman, hewan dan ikan untuk memenuhi kebutuhannya.  Pada tahap ini kegiatan budidaya mulai menggunakan sarana produksi, dilakukan dalarn pertanian itu sendiri (on farm) dan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri (home consumption) (Maulidah, Silvana, 2013).

Tahap selanjutnya, ditandai dengan adanya spesialisasi dalam kegiatan budidaya sebagai akibat pengaruh perkembangan diluar sektor pertanian dan adanya perbedaan potensi sumberdaya alam (natural endowment) antar daerah, perbedaan ketrampilan (skill) dalam masyarakat serta terbukanya hubungan lalulintas antar daerah. Pada tahap ini, selain dikonsumsi sendiri, hasil-hasil pertanian mulai dipasarkan dan diolah secara sederhana sebelum dijual (Maulidah, Silvana, 2013).

Perkembangan sektor pertanian selanjutnya dipacu oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat di sektor industri (kimia dan mekanik) dan transportasi.  Pertanian menjadi semakin maju dan kompleks dengan ciri produktivitas per hektar yang semakin tinggi berkat penggunaan sarana produksi pertanian yang dihasilkan oleh industri (pupuk dan pestisida).  Kegiatan pertanian semakin terspesialisasi menurut komoditi dan kegiatannya.  Namun, petani hanya melakukan kegiatan budidaya saja, sementara pengadaan sarana produksi pertanian didominasi oleh sektor industri (Maulidah, Silvana, 2013).

Dipihak lain karena proses pengolahan hasil-hasil pertanian untuk berbagai keperluan membutuhkan teknologi yang semakin canggih dan skala yang besar agar ekonomis, maka kegiatan ini pun didominasi oleh sektor industri pengolahan.  Melalui proses pengolahan, produk-produk pertanian menjadi lebih beragam penggunaan dan pemasarannyapun menjadi lebih mudah (storable and transportable) sehingga dapat diekspor. Pada tahap ini pembagian kerja di dalam kegiatan pertanian menjadi semakin jelas, yaitu: kegiatan budidaya (farming) sebagai kegiatan pertanian dalam arti sempit, kegiatan produksi sarana pertanian (farm supplies) sebagai industri hulu dan kegiatan pengolahan komoditi pertanian sebagai industri hilir.  Spesialisasi fungsional dalam kegiatan pertanian seperti yang telah dikemukakan diatas meliputi seluruh kegiatan usaha yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pertanian dan keseluruhannya disebut sistem "Agribisnis' (Maulidah, Silvana, 2013).

B.       PENGERTIAN AGRIBISNIS
Menurut asal muasalnya kata Agribisnis berangkat dari kata Agribusiness, dimana Agri=Agriculture  artinya pertanian dan  Business berarti usaha atau kegiatan yang berorientasi profit.  Jadi secara sederhana Agribisnis (agribusiness) adalah usaha atau kegiatan pertanian serta apapun yang terkait dengan pertanian  berorientasi profit (Maulidah, Silvana, 2013).
Istilah “agribusiness untuk pertama kali dikenal oleh masyarakat  Amerika Serikat  pada tahun 1955, ketika John H. Davis menggunakan istilah tersebut dalam  makalahnya yang disampakan pada "Boston Conference on Disiribution". Kemudian John H.  Davis dan Ray Goldberg kembali lebih memasyarakatkan agribisnis melalui buku mereka yang berjudul "A Conception of Agribusiness" yang terbit tahun 1957 di Harvard University. Ketika itu kedua penulis bekerja sebagai guru besar pada Universitas tersebut. Tahun 1957, itulah dianggap oleh para pakar sebagai tahun kelahiran dari konsep agribisnis.  Dalam buku tersebut, Davis dan Golberg mendefinisikan agribisnis sebagai berikut:  "The sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies: Production operation on farm: and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them".  Berikut pengertian agribisnis sebagai suatu sistem  menurut beberapa ahli (Maulidah, Silvana, 2013):
 Arsyad dan kawan-kawan menyatakan Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegitan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatn pertanian.
Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan  dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan  keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan. Yang dimaksud dengan berhubungan adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan  usaha yang ditunjang  oleh kegiatan pertanian.  (Downey and Erickson. 1987).
Pengertian Agribisnis menurut Cramer and Jensen  Agribisnis adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks, meliputi industri pertanian, industri pemasaran hasil pertanian dan hasil olahan produk pertanian, industri manufaktur dan distribusi bagi bahan pangan dan serat-seratan kepada pengguna/konsumen.
 E. Paul Roy  memandang agribisnis sebagai suatu proses koordinasi berbagai sub-sistem. Koordinasi merupakan fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sub-sistem menjadi sebuah sistem. 
Wibowo mengartikan  agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain.                                                                                        
Agribisnis dari cara pandang ekonomi ialah  usaha penyediaan pangan. Pendekatan analisis makro memandang agribisnis sebagai unit sistem industri dan suatu komoditas tertentu, yang membentuk sektor ekonomi secara regional atau nasional. Sedangkan pendekatan analisis mikro memandang agribisnis sebagai suatu unit perusahaan yang bergerak, baik dalam salah satu subsistem agribisnis, baik hanya satu atau lebih subsistem dalam satu lini komodias atau lebih dari satu lini komoditas (Maulidah, Silvana, 2013).
Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Dengan definisi ini dapat diturunkan ruang lingkup agribisnis yang mencakup semua kegiatan pertanian yang dimulai dengan pengadaan penyaluran sarana produksi (the manufacture and distribution of farm supplies), produksi usaha tani     (Production on the farm) dan pemasaran  (marketing) produk usaha tani ataupun olahannya. Ketiga kegiatan ini mempunyai hubungan yang erat, sehingga gangguan pada salah satu kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran seluruh kegiatan dalam bisnis.  Karenanya agribisnis digambarkan sebagai satu sistem yang terdiri dari tiga subsistem, serta tambahan satu subsistem lembaga penunjang (Maulidah, Silvana, 2013). 

(Gambar 01. Sistem Agribisnis)

Secara konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktifitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu (Maulidah, Silvana, 2013) :
a.    Subsistem Agribisnis/Agroindustri Hulu
Meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari benih, bibit, makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Pelaku-pelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah, koperasi.  Betapa pentingnya subsistem ini mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan sukses agribisnis. Industri yang meyediakan sarana produksi pertanian disebut juga sebagai agroindustri hulu (upstream).
b.    Subsistem budidaya / usahatani
Usaha tani menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan, hasil perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias dan lain-lain.
c.    Subsistem  Agribisnis/agroindustri  Hilir meliputi Pengolahan dan Pemasaran (Tata niaga) produk pertanian dan olahannya
Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari produk yang dihasilkan dari usaha tani didistribusikan langsung ke konsumen didalam atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan lebih dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini ialah pengumpul produk,  pengolah, pedagang, penyalur  ke konsumen, pengalengan dan lain-lain. Industri yang mengolah produk usahatani disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian di pedesaan, dengan cara menyerap/mencipakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
d.    Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan)
Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) atau supporting institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen pertanian. Untuk lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan asuransi yang memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Sedangkan lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil penelitian dan pengembangan.
Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usaha tani agar dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usaha tani bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir bergantung pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh subsistem usahatani. Subsistem jasa layanan pendukung, seperti telah dikemukakan, keberadaannya tergantung pada keberhasilan ketiga subsistem lainnya. Jika subsistem usahatani atau agribisnis hilir mengalami kegagalan, sementara sebagian modalnya merupakan pinjaman maka lembaga keuangan dan asuransi juga akan mengalami kerugian (Maulidah, Silvana, 2013).
Menurut Maulidah, Silvana, 2013, dalam hal pengelolaan sub sistem agribisnis diatas memerlukan penanganan/manajerial. Maka  kekhususan manajemen agribisnis antara lain dapat dinyatakan sebagaimana berikut  :
1.    Keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis yaitu dari para produsen dasar sampai para pengirim, perantara, pedagang borongan, pemproses, pengepak, pembuat barang, usaha pergudangan, pengangkutan, lembaga keuangan, pengecer, kongsi bahan pangan, restoran dan lainnya.
2.    Besarnya jumlah agribisnis, secara kasar berjuta-juta bisnis yang berbeda telah lazim menangani aliran dari produsen sampai ke pengecer.
3.    Cara pembentukan agribisnis dasar di sekeliling pengusaha tani. Para pengusaha tani ini menghasilkan beratus-ratus macam bahan pangan dan sandang (serat).
4.        Keanekaragaman yang tidak menentu dalam hal ukuran agribisnis, dari perusahaan raksasa sampai pada organisasi yang di kelola oleh satu orang.
5.     Agribisnis yang berukuran kecil dan harus bersaing di pasar yang relative  bebas dengan penjual yang berjumlah banyak dan pembeli yang lebih sedikit.
6.    Falsafah hidup tradisional yang dianut oleh para pekerja agribisnis cenderung membuat agribisnis lebih berpandangan konservatif dibanding bisnis lainnya.
7.       Kenyataan bahwa agribisnis cenderung berorientasi pada masyarakat, banyak di antaranya terdapat dikota kecil dan pedesaan, dimana hubungan antar perorangan penting dan ikatan bersifat jangka panjang.
8.     Kenyataan bahwa agribisnis yang sudah menjadi industri raksasa sekali pun sangat bersifat musiman.
9.        Agribisnis bertalian dengan gejala alam.
10.   Dampak dari program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada agribisnis. Misalnya harga gabah sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah.
C.      KAITAN-KAITAN & RUANG LINGKUP AGRIBISNIS
Apabila subsistem usahatani dimodernisasi/dikembangkan, maka akan membentuk sebuah sistem agribisnis. Dimana subsistem usahatani akan mempunyai keterkaitan erat ke belakang (backward linkage) yang berupa peningkatan kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, dan kaitan ke depan (forward linkage) yang berupa peningkatan kegiatan pasca panen (terdiri dari pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya). Jika subsistem usahatani  digambarkan sebagai proses menghasilkan produk-produk pertanian di tingkat primer (biji, buah, daun, telur, susu, produk perikanan, dan lain-lain), maka kaitannya dengan industri berlangsung ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage) (Maulidah, Silvana, 2013).
Kaitan ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat dan mesin pertanian, modal, teknologi, serta manajemen. Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu industri muncul karena mempergunakan hasil produksi budidaya/usahatani sebagai bahan bakunya, atau bisa juga suatu produk agroindustri digunakan untuk bahan baku industri lainnya. Kaitan ke depan berlangsung karena produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda dengan produk industri, antara lain misalnya: musiman, tergantung pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bulky / voluminous), tidak tahan lama/mudah rusak (perishable), harga fluktuatif, serta adanya kebutuhan dan
tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri
Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream) (Maulidah, Silvana, 2013).
Keterkaitan berikutnya adalah kaitan ke luar (outside linkage), ini terjadi karena adanya harapan agar system agribisnis dapat berjalan/berlangsung secara terpadu (integrated) antar subsistem. Kaitan ke luar ini berupa lembaga penunjang kelancaran antar subsistem. Organisasi pendukung agribisnis merupakan organisasi sebagai pendukung atau penunjang jalannya kegiatan agribisnis yakni dalam hal untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Organisasi pendukung agribisnis ini biasa disebut juga dengan organisasi jasa pendukung agribisnis. Seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya) (Maulidah, Silvana, 2013).
Kaitan-kaitan ini mengundang para pelaku agribisnis untuk melakukan kegiatannya dengan berpedoman pada “4-Tepat” (yaitu: tepat waktu, tempat, kualitas, dan kuantitas), atau dengan istilah lain yaitu “3 Tas” (yaitu: kualitas, kuantitas, dan kontinuitas). Kehadiran dan peranan lembaga-lembaga penunjang sangat dibutuhkan dalam hal ini, misalnya kelancaran transportasi, ketersediaan permodalan dan peraturan-peraturan pemerintah. Dengan pendekatan sistem tersebut di atas, orientasi pembangunan mencakup seluruh aspek di dalam sistem agribisnis yang dilaksanakan secara terpadu, dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Maulidah, Silvana, 2013).
Ada lima bidang yang merupakan Ruang lingkup Agribisnis meliputi (Maulidah, Silvana, 2013) :
a.         Pertanian
Pertanian dalam arti luas adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi daya (cultivation, atau untuk ternak: raising). Sedangkan pertanian dalam arti sempit adalah proses menghasilkan bahan makanan. 
b.        Perkebunan
Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan, yang dimaksud dengan Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perkebunan mempunyai  fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.  Perkebunan merupakan usaha tani di lahan kering yang ditanami dengan tanaman industri yang laku di pasar, seperti : karet, kelapa sawit, tebu, cengkeh , dan lain-lain.
c.         Peternakan
Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan, sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Sedangkan Peternakan merupakan usaha tani yang dilakukan dengan membudidayakan ternak.
d.        Perikanan
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan
e.         Kehutanan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, definisi kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.  Prisipnya ialah segala kegiatan pertanian yang dilakukan untuk mempoduksi atau memanfaatkan hasil hutan, baik yang tumbuh atau hidup secara alami maupun yang telah dibudidayakan.
D.      PERAN AGRIBISNIS DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
Undang-Undang (UU) No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025, menyatakan bahwa visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 adalah: Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui delapan misi yang mencakup: (1) mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila, (2) mewujudkan bangsa yang berdaya saing, (3) mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, (4) mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu, (5) mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, (6) mewujudkan Indonesia asri dan lestari, (7) mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, dan (8) mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional (Maulidah, Silvana, 2013).
Untuk pelaksanaan pembangunan  sistem agribisnis dirancang dengan melibatkan lembaga ekonomi dan lembaga penunjang lain seperti lembaga ekonomi masyarakat. Lembaga ekonomi masyarakat ini kemudian akan menunjang subsistem agribisnis, kegiatan usaha tani, penyedia informasi, layanan jasa, serta penerapan teknologi pertanian. Lebih jelas lagi agribisnis disini diarahkan pada agroindustri, sehingga nantinya akan menghasilkan nilai tambah yang lebih bagi komoditi pertanian. Dampak lebih lanjut adalah efek multiplier yang menciptakan peluang-peluang usaha baru. Untuk itu dalam upaya pemberdayaan masyarakat sektor ini harus jadi sasaran utama. Sedangkan dalam penguatan ekonomi rakyat agribisnis merupakan syarat keharusan (necessary condition), yang menjamin iklim makro yang kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat yang sebagian besar berada pada kegiatan ekonomi berbasis pertanian (Maulidah, Silvana, 2013).
Untuk penguatan ekonomi rakyat secara nyata, diperlukan syarat kecukupan berupa pengembangan organisasi bisnis yang dapat merebut nilai tambah yang tercipta pada setiap mata rantai ekonomi dalam kegiatan agribisnis. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam perekonomian Indonesia, agribisnis berperan penting sehingga mempunyai nilai strategis (Maulidah, Silvana, 2013).
Peranan agribisnis dalam perekonomian nasional dapat diukur dengan berbagai indikator yang terdiri dari (Zakky, 2011) :
1.         Kontribusi dalam pembentukan GDP, singkatan dari Gross domestic product (GDP) dalam bahasa Indonesia Produk Domestik Bruto. Nilai Total nilai pasar dari semua akhir barang dan jasa diproduksi di suatu negara pada tahun tertentu, sama dengan jumlah konsumen, investasi dan pemerintah pengeluaran, ditambah dengan nilai dari ekspor, dikurangi nilai imporsebagai penyumbang nilai tambah terbesar dalam perekonomian nasional dimana 45 persen nilai tambah perekonomian nasional tercipta dari sektor agribisnis (Tahun 1990), peranan tersebut meningkat menjadi 47 persen pada tahun 1995. Dengan demikian, cara yang paling efektif untuk meningkatkan GDP nasional adalah melalui pembangunan agribisnis. Struktur pendapatan rumah tangga pada tahun 1999 menunjukkan bahwa peranan kegiatan usahatani (on farm) adalah 54,35% sedangkan off farm hanya 6,10 persen. Informasi ini menunjukkan peran dominan agribisnis dalam struktur ekonomi rumah tangga pedesaan dan pertumbuhan perekonomian nasional.
2.        Kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja, Penyerapan tenaga kerja di sektor agribisnis mengalami peningkatan dari 74 persen pada tahun 1990 menjadi 77 persen pada tahun 1995. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pengembangan agribisnis mampu untuk meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha.
3.    Kontribusi dalam perdagangan internasional. Peningkatan ekspor sebesar 6 persen pada periode tahun 1990-1995 menunjukkan bahwa agribisnis merupakan penyumbang terbesar dalam devisa negara dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja dan berusaha, serta devisa negara dapat dicapai melalui pembangunan agribisnis.
4.     Kontribusi dalam pembangunan ekonomi daerah. Pendayagunaan berbagai sumber daya merupakan cara yang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sumber daya ekonomi yang dapat digunakan dalam pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya alam , sumberdaya manusia di bidang agribisnis, teknologi di bidang agribisnis, dan lain-lain. Melalui percepatan modernisasi agribisnis di setiap daerah akan secara langsung memodernisasi perekonomian daerah dan dapat memecahkan sebagian besar persoalan ekonomi di daerah.
5.    Kontribusi dalam ketahanan pangan nasional. Tanpa dukungan pangan yang bermutu dan cukup maka akan sulit untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang bermutu sehingga diperlukan ketahanan pangan dalam arti keterjangkauan pangan. Perlu dibangun suatu sistem ketahanan pangan yang berakar kokoh pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal. Terjadinya defisit pada beberapa komoditas pangan seperti gula dan kedelai sedangankan beras dan jagung telah mencukupi kebutuhan masyarakat. Pembanguan agribisnis akan menunjang sistem ketahanan pangan yang kokoh melalui penganekaragaman sumberdaya hayati di setiap daerah.
6.    Kontribusi dalam pelestarian lingkungan hidup, Terjadinya kemerosotan lingkungan yang mengancam keberlangsungan hidup manusia. Peranan agribisnis dalam pelestarian lingkungan hidup: (a) Membuka kesempatan ekonomi yang luas di setiap daerah sehingga akan menatik penyebaran penduduk beserta aktiviasnya, (b) Pengembangan agribisnis dengan mendayagunakan keanekaragaman hayati dapat mempertahankan keberlangsungan keanekaragaman hayati tersebut, (c) Adanya perkebunan karbon yang efektif dalam mengurangi emisi gas karbon atmosfir, (d) Pembangunan agribisnis menghasilkan produk yang biodegradable yang dapat mengurangi produk-produk kimia, dan (e) Pengembangan agribisnis menghasilkan nilai tambah yang dapat mengurangi tekanan sumberdaya dan lingkungan hidup.
7.       Kontribusi dalam pemerataan hasil pembangunan. Pemerataan pembangunan sangat ditentukan oleh ‘teknologi’ yang digunakan dalam menghasilkan output nasional, yaitu apakah bias atau pro terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh rakyat banyak. Saat ini faktor produksi yang banyak dimiliki oleh sebagian besar rakyat adalah sumber daya lahan, flora dan fauna, serta sumber daya manusia. Untuk mewujudkan pemerataan di Indonesia perlu digunakan ‘teknologi’ produksi output nasional yang banyak menggunakan sumber daya tersebut, yaitu agribisnis.
Ada beberapa alasan mengapa agribisnis memiliki kedudukan penting dalam perekonomian nasional: a) Aktivitas agribisnis untuk menghasilkan pangan akan selalu ada selama manusia masih butuh makanan, b) Usaha ekonomi yang hemat devisa, c) Mempunyai kaitan usaha ke depan dan ke belakang, d) Sumber pencaharian utama masyarakat dan menyerap tenaga kerja, e) Kultur masyarakat yang masih bersifat kultur agraris, f) Ketersediaan lahan yang masih cukup besar dan belum optimal, g) Pengembangan agroindustri yang cukup bersaing di pasar dunia, h) Kontribusi terhadap PDB cukup besar, dan i) Agribisnis identik dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat (Zakky, 2011).
Agribisnis memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi. Keterkaitan antara sektor agribisnis dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek keterkaitan produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal. Berdasarkan sifat keterkaitan maka dikenal keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage ) (Maulidah, Silvana, 2013).
E.       AGRIBISNIS SEBAGAI LANDASAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Pembangunan agribisnis juga dipengaruhi oleh faktor fisik. Faktor fisik, seperti tanah dan iklim, akan menentukan pola produksi agribisnis. Besarnya keragaman fisik-kimia tanah dan keragaman iklim dapat menyulitkan pengembangan usaha yang berbasis tanaman, terutama biji-bijian (grains), dalam skala yang luas. Disamping itu subsistem usaha tani di Indonesia cenderung didominasi oleh usaha-usaha yang berskala kecil yang menghasilkan produk dengan variasi yang cukup tinggi dalam hal kuantitas maupun kualitas. Kondisi ini menyebabkan transaction cost menjadi komponen yang penting. Oleh sebab itu pembangunan kelembagaan disektor agribisnis menjadi faktor yang cukup penting, agar keunggulan komparatif agribisnis Indonesia dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif (Jerry, 2008).
Perkembangan agribisnis di Indonesia tidak saja dipengaruhi oleh faktor domestik (internal), tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor internasional (eksternal). Paling tidak ada empat faktor eksternal yang perlu dicermati yang dapat mempengaruhi pembangunan agribisnis. Pertama, aktivitas ekonomi regional dan dunia. Ekspor produk agribisnis Indonesia pada umumnya masih merupakan produk primer, sehingga sangat dipengaruhi oleh harga dunia. Sedangkan harga dunia ini sangat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas ekonomi dunia. Suatu studi tahun 1986, yang dilakukan OECD, menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi di negara maju sebesar 1 % per tahun akan menurunkan harga-harga komoditas pertanian sekitar 6 persen. Sedangkan tujuan ekspor produk pertanian Indonesia terutama adalah ke negara maju (Jerry, 2008).
Kedua, kebijakan produksi dan perdagangan di masing-masing negara. Produksi pertanian (terutama pangan) cenderung bersifat subsisten, yaitu masing-masing negara ingin memenuhi kebutuhannya melalui produksi domestik. Keadaan ini diperkuat oleh sikap perdagangan produk pangan masing-masing negara yang cenderung protectionist. Gabungan antara sikap subsisten dan proteksi ini menyebabkan harga dunia komoditas pertanian cenderung berfluktuasi relatif besar (Jerry, 2008).
Ketiga, kebijakan ekonomi makro internasional. Kebijakan ekonomi makro negara-negara besar dapat mempengaruhi stabilitas perdagangan dunia, yang tentunya berpengaruh pada profitabilitas produk agribisnis Indonesia. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah perbedaan kebijakan antar negara yang dapat merubah exchange rate, yang pada akhirnya dapat merubah harga-harga komoditas dunia (Jerry, 2008).
Keempat, kesepakatankesepakatan perdagangan regional maupun dunia. Perlu dicermati berbagai klausul dalam kesepakatan-kesepakatan tersebut yang dalam jangka panjang dapat menjadi penghambat pertumbuhan pembangunan agribisnis di Indonesia, jika Indonesia tidak mampu memenuhinya. Diharapkan Indonesia mampu menikmati benefits yang ditimbulkan oleh perdagangan dunia yang semakin terbuka. Berdasarkan studi yang disampaikan pada pertemuan OECD pada bulan Mei 1999 di Paris ditunjukkan bahwa pengurangan hambatan sebesar 50 persen dalam perdagangan dunia produk pertanian, industri, dan jasa akan mampu meningkatkan ekonomi dunia sebesar US$ 406 milyar per tahun (Jerry, 2008).
Berdasarkan studi tersebut, sektor pertanian akan memperoleh manfaat sebesar US$ 90 milyar per tahun. Agar produk agribisnis Indonesia mampu bersaing dengan produk negara lainnya, maka kebijakan pemerintah terhadap funding of research and development perlu diperbaiki. Melalui dana penelitian yang memadai, tidak saja diciptakan inovasi proses, tetapi juga inovasi produk agribisnis. Dengan demikian tidak saja produktivitas meningkat, tetapi permintaan juga dapat ditingkatkan. Alokasi dana yang lebih banyak untuk perbaikan infrastruktur di pedesaan juga diharapkan akan menguntungkan bagi pembangunan agribisnis di Indonesia (Jerry, 2008).


DAFTAR PUSTAKA
Jerry. 2008. Agribisnis Landasan Pembangunan Nasional. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013, pada pukul 17.25 WITA, di Makassar.
Maulidah, Silvana. 2013. Sistem Agribisnis. Jawa Timur.

Zakky. 2011. Peranan Dan Kedudukan Agribisnis Dalam Perekonomian Nasional. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:8uNrAH9TlX0J:fathoni0809.files.wordpress.com/2011/10/peranan-dan-kedudukan-agribisnis-dalam-perekonomian-nasional.pptx+&cd=1&h
l=en&ct=clnk&client=firefox-beta
. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013, pada pukul 17.00 WITA, di Makassar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar